Postingan

KLARIFIKASI SEBELUM MENYIKAPI DAN MENYEBAR INFORMASI

KLARIFIKASI SEBELUM MENYIKAPI DAN MENYEBAR INFORMASI


وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ لَٱتَّبَعۡتُمُ ٱلشَّيۡطَٰنَ إِلَّا قَلِيلٗا

dan jika datang suatu perkara berisi (informasi) keamanan (yang menyenangkan) atau hal yang menakutkan, mereka segera menyebarkannya. Padahal, kalau seandainya mereka mengembalikan urusan itu kepada Rasul dan Waliyyul Amr di antara mereka, niscaya akan diketahui hakikat kebenarannya oleh orang yang menggali informasi langsung dari mereka (Rasul dan Waliyyul Amr). Kalaulah tidak karena karunia Allah dan rahmatNya kepada kalian, niscaya kalian akan mengikuti Syaithan kecuali sebagian kecil saja (Q.S anNisaa’ ayat 83)

*KISAH YANG MELATARBELAKANGI TURUNNYA AYAT*

Pernah beredar isu bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam telah menceraikan para istri beliau. Isu ini berkembang saat Nabi melakukan ilaa’ (bersumpah untuk tidak berhubungan dengan para istri beliau selama sebulan). Nabi selama sebulan tidak memasuki rumah istri mana pun. Beliau menyendiri di ruangan khusus. Ruangan yang penuh kesederhanaan.

Sebagian kaum muslimin sudah meyakini bahwa Nabi telah benar-benar menceraikan para istri beliau. Hal itu terasa sangat menyedihkan bagi mereka. Sesuatu yang terasa berat dirasakan Nabi, turut pula memukul perasaan para Sahabat. Bagi mereka, perasaan sedih yang dirasakan Nabi, lebih dahsyat pengaruhnya dibandingkan berita serangan musuh Ghossan dari Syam.

Padahal, sebenarnya itu sekedar isu. Nabi tidak menceraikan para istrinya. Beliau melakukan ilaa’ sekedar untuk memberi pelajaran kepada para istri, ibunda kaum beriman.

Tetangga Umar bin al-Khoththob yang pertama kali mengetuk pintu rumah Umar. Seorang Sahabat Anshar ini memang selalu bergantian dengan Umar mendatangi majelis Nabi. Jika di suatu hari dia bekerja mencari penghidupan bagi keluarganya, Umarlah yang mendatangi majelis Nabi mendulang ilmu atau perintah-perintah maupun kebijakan penting dari Nabi. Besoknya, giliran Sahabat Anshar ini yang mendatangi majelis Nabi sedangkan Umar bekerja. Bagi yang bisa hadir di majelis Nabi, menyampaikan kepada tetangganya yang tidak bisa hadir. Demikianlah harmoni yang indah tanpa mengabaikan kewajiban pada keluarga dan juga kewajiban menuntut ilmu.

Suatu hari, pintu rumah Umar diketuknya dengan keras, hingga Umar pun bergegas keluar dengan pakaian seadanya. Seorang Sahabat Anshar tetangga Umar ini kemudian berkata: “Telah terjadi peristiwa besar”! Umar bertanya: Apakah pasukan Ghossan datang menyerang? Sahabat Anshar itu berkata: Ini lebih gawat lagi. Nabi shollallahu alaihi wasallam telah menceraikan para istri beliau!

Pasukan Ghossan adalah kaum kafir perwakilan Romawi yang ada di Syam yang berpotensi menyerang kaum muslimin di Madinah. Dalam beberapa hari sebelum itu beredar kabar rencana penyerangan pasukan Ghossan tersebut. Namun ternyata, bagi sebagian Sahabat Nabi, kabar bahwa Nabi menceraikan para istrinya itu lebih dahsyat dibandingkan jika pasukan Ghossan benar-benar menyerang Madinah.

Umar bin al-Khotthob radhiyallahu anhu kemudian bertekad untuk memastikan kebenaran informasi itu. Beliau menempuh cara-cara yang sesuai dengan adab yang baik dan tepat.

Di masjid, Umar melihat banyak wajah-wajah bersedih. Para Sahabat memukul-mukulkan kerikil ke tanah, dalam suasana muram.

Umar mendatangi anaknya yang juga merupakan istri Nabi, yaitu Hafshah radhiyallahu anha. Beliau menasihatinya dengan nasihat yang keras dan berpengaruh. Umar juga bertanya kepada anaknya,”Apakah Nabi menceraikan engkau”? Hafshah menyatakan, “Aku tidak tahu”. Hafshah menjawab demikian sambil berurai air mata.

Umar pun bergegas ingin menemui Nabi. Beliau mengetahui bahwa Nabi berada di suatu ruangan khusus dekat tempat penyimpanan makanan beliau untuk keluarganya. Di luar terlihat ada hamba sahaya Nabi yang bernama Robah sedang berjaga. Umar mengetahui bahwa Nabi berada di tempat yang posisinya di atas.

Umar pun berkata kepada Robah, “Mintakan izin aku untuk bertemu dengan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam”. Robah hanya memandang ke arah Umar kemudian melihat ke arah Nabi tanpa berucap apa pun. Kembali Umar berkata kepada Robah agar meminta izin untuk menemui Nabi, tapi Robah tidak berucap apa pun.

Pada kali ketiga, Umar kemudian berteriak keras, “Wahai Robah, mintakanlah izin aku untuk bertemu dengan Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Aku menyangka beliau mengetahui bahwa maksud kedatanganku adalah terkait Hafshah. Demi Allah, jika Nabi memerintahkan kepadaku untuk memenggal leher Hafshah, niscaya aku akan melakukannya!!”. Umar bersiasat berteriak dengan keras demikian agar terdengar Nabi. Nabi pun mendengar teriakan Umar itu. Beliau memberikan isyarat agar Umar dipersilakan masuk ruangan dan naik ke tempat yang di atas.

Tempat itu sangat sederhana. Bukan tangga seperti sekarang yang kita kenal untuk mencapai bagian atasnya. Tapi sekedar pelepah kurma.
Nabi sedang berbaring di atas tikar kasar. Saking kasarnya tikar itu sampai menimbulkan guratan di kulit Nabi yang mulia. Umar pun memandang ke arah tempat penyimpanan makanan. Ternyata yang ada hanya sekadar ukuran 1 sho’ gandum, sekitar 4 kali cidukan 2 telapak tangan manusia normal.

Melihat demikian sederhananya kehidupan Nabi, Umar bin al-Khoththob menangis. Nabi bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Umar?”. Umar menyatakan, “Bagaimana aku tidak menangis melihat keadaan anda, wahai Rasulullah? Tikar yang menjadi alas anda sedemikian kasar hingga mengguratkan bekas di kulit anda. Aku juga melihat persediaan makan yang ada di ruangan ini seperti yang kulihat (hanya sedikit sekali). Padahal anda adalah manusia pilihan yang dicintai Allah. Sebaliknya, para penguasa Romawi dan Persia mereka bermegah-megahan dengan berlimpah harta dunia, sedangkan mereka kaum yang tidak menyembah Allah. Nabi bersabda: “Tidakkah engkau rela wahai putra al-Khoththob, jika kita mendapatkan (kenikmatan) akhirat, sedangkan bagi mereka (kenikmatan) dunia?”. Dalam riwayat lain Nabi bersabda: “Mereka adalah orang-orang yang disegerakan balasan kebaikannya (hanya untuk) kehidupan dunia”.

Umar menceritakan suasana saat itu. Pada awalnya pada wajah Nabi shollallahu alaihi wasallam terlihat kemarahan. Namun, secara berangsur-angsur kemarahan itu mereda, berubah menjadi keceriaan. Beliau beberapa kali tersenyum dalam perbincangan yang hangat dengan Umar.

Umar berkata kepada Nabi, “Apakah memberatkan anda keadaan para istri anda? Sebenarnya, jika anda menceraikan mereka, sesungguhnya Allah akan bersama anda. Demikian juga para Malaikat: Jibril dan Mikail, aku, Abu Bakr, dan kaum beriman akan bersama anda”.

Subhanallah, ternyata ucapan Umar ini dibenarkan oleh Allah Ta’ala. Allah menurunkan firman-Nya surat atTahrim ayat 3:

...وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ

...dan jika kalian berdua bersekongkol untuk menyakiti Nabi, sesungguhnya Allah adalah pelindungnya. Demikian juga Jibril, orang-orang sholih, dan para Malaikat (lainnya) akan menolongnya (Q.S atTahrim ayat 3)

Kemudian Umar bertanya tentang isu yang berkembang, apakah Nabi telah menceraikan para istri beliau. Nabi menjawab: “Tidak”. Mendengar jawaban itu, Umar bertakbir sebagai ungkapan syukur. Kemudian Umar menyampaikan kepada Nabi bahwa saat tadi ia melihat di masjid banyak wajah murung karena merasa sangat sedih dan menganggap Nabi telah menceraikan para istri beliau. 
“Apakah aku boleh mengkhabarkan berita ini kepada manusia”, tanya Umar. Nabi pun mempersilakan. Umar pun bergegas turun menuju masjid. Sampai di pintu masjid Umar berteriak keras: “Nabi tidaklah menceraikan para istrinya”.

Turunlah firman Allah dalam ayat yang menjadi pembahasan kita kali ini, surat anNisaa’ ayat 83, yang memberikan bimbingan bagi kaum beriman dalam menerima informasi, tidak tergesa-gesa menyebarkannya. Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu berkata: Aku termasuk orang yang beristinbath (menggali informasi langsung dari sumbernya/ pihak yang berwenang) seperti yang disebutkan dalam ayat itu.

Kisah perjuangan Umar dalam menggali informasi yang benar bahwa Nabi tidak menceraikan istri beliau tersebut terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim. Khusus hadits yang menyebutkan bahwa kisah itu melatarbelakangi turunnya surat anNisaa’ ayat 83, terdapat dalam Shahih Muslim Kitabut Tholaq.

Adab Islamiy yang Terkandung dalam Ayat

Sungguh ajaran Islam benar-benar selalu relevan untuk berbagai zaman. Baik di masa dulu, sekarang, atau pun di masa yang akan datang. Allah mengajarkan kepada kaum beriman untuk bersikap bijak dan selektif dalam menerima informasi.

Jangan gegabah dalam menerima informasi. Pastikan dulu kebenarannya. Jangan sampai kita menyebarkan berita yang tidak benar, menyebabkan sesal kemudian.
Kalau dulu, informasi yang berkembang adalah seputar kemenangan pasukan kaum muslimin dalam pertempuran, atau hal-hal yang menakutkan semisal rencana serangan musuh atau kekalahan pasukan. Segelintir kaum muslimin ada yang tergesa-gesa. Sedikit mendengar info, segera menyebarkan. Padahal seharusnya informasi semacam itu harus diklarifikasi dulu oleh pihak berwenang, kemudian diputuskan, apakah layak disebar atau tidak. Perlu dipertimbangkan, maslahat dan mudharatnya.

Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu menjadi teladan indah dalam kondisi semacam ini. Beberapa sikap dan teladan Umar dalam kisah yang telah dikemukakan di atas, di antaranya:

Pertama: Tidak langsung mempercayai informasi yang beredar, sebelum memastikan kebenarannya. Sejak mendengar info dari tetangganya, Umar tidak langsung mempercayainya.

Kedua: Mendatangi pihak-pihak yang terlibat langsung atau berwenang. Umar mendatangi anaknya untuk memberikan nasihat sekaligus bertanya apakah benar Nabi menceraikannya. Hafshah menjawab tidak tahu. Kemudian Umar bergegas menuju tempat Nabi shollallahu alaihi wasallam.

Ketiga: Menjaga adab dalam mengklarifikasi berita tersebut. Umar memohon izin untuk menemui Nabi.  Setelah bertemu dengan Nabi, Umar tidak langsung bertanya. Beliau menceritakan hal-hal yang membuat Nabi senang, bahkan memberikan dukungan apa pun kebijakan Nabi.

Keempat: Tidak menyebarkan informasi yang benar itu hingga mendapat izin dari pihak yang berwenang. Umar tidak langsung menyebarkan informasi kecuali setelah mendapat izin dari Nabi shollallahu alaihi wasallam.


Kerusakan yang Ditimbulkan Akibat Menyebar Berita Palsu (Hoax)

Di zaman kita ini, urgensi sikap bijak dalam menerima berita itu semakin besar. Karena informasi demikian mudah tersebar secara masif dalam waktu singkat. Semua pihak dengan berbagai latar belakang bisa menulis. Berbagai media bisa digunakan, baik situs web, blog, ataupun facebook, instagram, whatsapp, dan sebagainya. Topik pembahasannya juga semakin berkembang, sesuai perkembangan zaman.

Perkembangan teknologi pengolahan citra digital juga sering dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggungjawab untuk menebar mudharat.  Foto dan video diedit dan diolah sedemikian rupa sehingga seakan-akan membuktikan bahwa berita itu benar. Padahal itu sekedar potongan foto yang dipasangkan dengan potongan foto lain, dan diberi keterangan (caption) yang meyakinkan.

Di masa kita saat ini kesalahan dalam menyebar berita, seperti info hoax, akan menimbulkan pengaruh kerusakan yang lebih besar. Kalau di masa Nabi, kekeliruan info bahwa Nabi telah menceraikan istri-istrinya, sekedar akan menimbulkan pengaruh sedih bagi kaum muslimin. Namun, di masa kita ini berita hoax yang viral, bisa menyebabkan hilangnya nyawa, rusak dan hancurnya harta benda.

Sebagai contoh, kejadian miris yang terjadi pada Maret 2017 lalu di desa Amawang kecamatan Sadaniang Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat. Seorang kakek berusia 53 tahun yang ingin mengunjungi cucunya, harus meregang nyawa. Gara-gara isu penculikan anak yang akan diambil organ tubuhnya. Saat sang kakek bingung mencari rumah anak perempuannya, orang-orang curiga. Meluasnya isu penculikan anak yang hoax (palsu) semakin menguatkan kecurigaan itu. Tanpa banyak tanya, warga mengeroyok kakek malang itu hingga tewas. Padahal sebenarnya berita penculikan itu tidaklah benar. Namun, semuanya sudah terlambat. Orang tak bersalah menjadi korban dari sikap membabi buta tanpa klarifikasi kebenaran berita.

Di kecamatan Kandanghaur Indramayu Jawa Barat, pernah terjadi perbuatan anarkis massa dari 3 desa menghancurkan puluhan rumah di desa Curug. Hal itu dilatarbelakangi informasi yang beredar di facebook tentang kematian seorang pemuda yang dikabarkan meninggal karena dikeroyok oleh warga desa Curug. Padahal sebenarnya, menurut Kapolres Indramayu, pemuda itu meninggal karena kecelakaan tunggal saat berada di desa Curug.

Kalaupun tidak menimbulkan kerugian materiil, tidak sedikit pihak dirugikan oleh tersebarnya berita hoax. Bisa jadi seseorang difitnah dan dituduh melakukan suatu perbuatan, padahal sama sekali tidak dilakukannya. Sungguh besar dosa orang yang memfitnah orang beriman dengan tuduhan melakukan suatu perbuatan buruk padahal hal itu tidak pernah dikerjakannya.

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا

dan orang-orang yang menyakiti kaum beriman laki-laki dan wanita padahal tidak ada kesalahan mereka perbuat, maka orang tersebut telah mengada-adakan kedustaan dan mendapat dosa yang jelas (Q.S al-Ahzab ayat 58)

Semoga Allah Ta’ala melindungi dan memperbaiki keadaan kaum muslimin....

(Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله)

<< artikel pernah dimuat di majalah Qonitah edisi 33, rubrik Tadabbur Quran >>

*Ayo Join dan Share*:

Faedah:
t.me/Riyadhus_Salafiyyin

Poster dan Video:
instagram.com/galerifaedah
mobile.twitter.com/galerifaedah
t.me/galerifaedah

Kunjungi:
www.riyadhussalafiyyin.com

Posting Komentar

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam. [HR. Al-Bukhori, 6018. Muslim, 47]
© Forum Salafiyyin Sampit. All rights reserved. Premium By Raushan Design